Langgar Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 , Sekolah Bisa Ditutup
Dalam menyambut
masa orenstasi peserta didik baru (MOPDB), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah untuk
menghindari terjadinya perpeloncoan dan tindakan kekerasan di sekolah. Sekolah
yang melanggar aturan tersebut dikenai sanksi, antara lain pemberhentian
bantuan hingga penutupan sekolah.
Permen 18/2016
disambut baik oleh Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI),
Doni Koesoema. Ia mengatakan, permen tersebut merupakan sebuah perkembangan
yang baik. Pasalnya, dua tahun lalu, FSGI telah merekomedasikan Dinas
Pendidikan untuk mengurangi segala bentuk kekerasan di sekolah selama MOPDB.
“Jika sekarang ini
diterapkan secara nasional, ini adalah langkah yang baik, karena akan berlaku
seluruh Indonesia, “kata pendiri Pendidikan Karakter Education Consulting
kepada Suara Pembaruan,
Senin, (20/6).
Ke depan, publik
perlu dilibatkan untuk mengawal kebijkan ini. Sekolah harus membuka diri,
setidaknya kepada media untuk meliput kegiatan MOPDB sebagai wujud pelibatan
publik. Sekolah yang tidak mau diliput tentu berpotensi memiliki masalah dan
kemungkinan menyimpang dalam pelaksanaan MOPDB.
Doni berharap
Mendikbud Anies perlu mendorong pelibatan publik, termasuk orangtua dan
wartawan, menjadi pengawas pelaksanaan pengenalan sekolah agar tidak
disalahgunakan.
"Kebijakan
ini perlu ditindaklanjuti dengan aturan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
lain, seperti pencinta alam, silat, dan paskibra, yang sering kali memakai
momen pelantikan sebagai wahana pengganti MOPDB yang dihilangkan. Kegiatan
ekstrakurikuler seperti ini juga harus diatur agar tidak terjadi
kekerasan," katanya.
Senada dengannya,
Sekjen Komnas Pendidikan, Andreas Tambah menyatakan kebijakan tersebut
merupakan hal yang baik, jika tujuannya menghindarkan kekerasan dilakukan siswa
senior di sekolah.
Namun di sisi lain, pemerintah sebaiknya tidak menerbitkan
aturan yang sifatnya melarang atau membatasi. Pemerintah harus mengatasi segala
persoalan pendidikan dengan mencari akar penyebabnya.
“Ciptakan sekolah
yang kondusif dengan regulasi pendidikan yang mengoptimalkan warga sekolah
untuk lebih bertanggung jawab, kreatif, dan kekeluargaan,” katanya.
Menurutnya, ada
tiga alasan yang membuat pengenalan lingkungan terhadap siswa baru tetap
diperlukan.
Pertama,
mengenal lingkungan sekolah sangat penting bagi peserta didik baru karena
mereka akan merasa akrab dan nyaman dengan lingkungan baru.
Kedua,
masa pengenalan sebenarnya masa indah untuk dikenang oleh peserta didik karena
mereka akan menemukan dunianya.
Ketiga,
masa pengenalan sebenarnya adalah masa yang baik untuk mengembangkan
kreativitas, potensi, dan leadership.
Untuk mendapatkan
ketiga hal tersebut, Andreas menyatakan perlu ada persiapan yang matang dari
sekolah. Sekolah harus bertanggung jawab penuh terhadap jalannya kegiatan
tersebut.
"Kegiatan
pengenalan sekolah, jangan diserahkan ke Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
atau senior saja, tetapi harus melibatkan Komite Sekolah dan orangtua,"
katanya.
Andreas berharap
sekolah dapat membuat kegiatan yang kreatif selama masa pengenalan. Misalnya,
perlombaan di berbagai bidang atau menampilkan kreativitas tertentu.
Sementara itu,
Mendikbud Anies Baswedan menegaskan peraturan menteri sebelumnya, yakni
Permendikbud Nomor 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Siswa Baru di Sekolah,
perlu direvisi karena tidak mendefinisikan secara detail larangan perpeloncoan,
sehingga menimbulkan banyak penyimpangan.
“Kenapa baru
sekarang, karena permen ini hasil revisi dari permen sebelumnya. Ini bentuk
penyempurnaannya, sehingga semua larangan dideskripsikan secara lengkap,” kata
Anies.
Sekolah yang
melanggar Permen 18/2016 akan dikenai sanksi, yakni
pertama,
rekomendasi penurunan level akreditasi,
kedua, pemberhentian bantuan dari pemerintah,
dan
ketiga,rekomendasi
kepada pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah tegas berupa
penggabungan, relokasi, atau penutupan sekolah, bila pelanggaran tersebut
berulang.