Wapres: Moratorium UN Tidak Disetujui
Wakil Presiden (Wapres)
Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan hasil rapat terbatas (ratas) memutuskan untuk
tidak menyetujui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Muhadjir untuk melakukan moratorium (penghentian sementara) Ujian Nasional
(UN). Sebaliknya, dalam ratas diputuskan bahwa pelaksanaan UN memang harus
dikaji ulang agar hasilnya lebih maksimal.
"Hasilnya (ratas)
usulan moratorium (UN) itu tidak disetujui, tetapi disuruh kaji ulang,"
kata JK di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (7/12).
Menurut JK, pelaksanaan UN
masih dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan pemerataan
dalam dunia pendidikan, sehingga yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi
terhadap penyelenggaraan UN selama ini.
"Tanpa ujian nasional
bagaimana bisa mendorong bahwa kita pada tingkat berapa, dan apa acuannya untuk
mengetahui bahwa dari ini kemudian nanti tanpa ujian nasional. Harus dengan
soal yang hampir sama, harus diketahui Jawa begini, Sulawesi begini, Kalimantan
bagaimana. Baru bisa. Kalau tanpa itu bagaimana caranya," papar JK.
Apalagi, lanjut JK, hampir
semua negara, termasuk di Asia Tenggara memiliki mekanisme sejenis UN untuk
mengukur tingkat pendidikan di negaranya. Oleh karena itu, pelaksanaan UN
menjadi kebutuhan meningkatkan daya saing dalam dunia pendidikan dengan negara
lain.
"Tanpa ujian nasional,
daya saing kita akan, semangat anak-anak belajar itu berkurang. Jadi usulan
tadi (moratorium UN) tidak diterima tetapi disuruh kaji dan secara perbandingan
lebih dalam lagi untuk memperbaiki mutu," ujarnya.
Hanya saja, JK menekankan
dalam ratas diinstruksikan agar mekanisme pelaksanaan UN dievaluasi sehingga
lebih efektif dalam menunjang mutu pendidikan di Tanah Air.
Untuk itu, ia mengungkapkan
akan digelar ratas lanjutan guna membicarakan cara efektif dari penyelenggaraan
dan manfaat UN.
Sebelumnya, secara tidak
langsung JK tidak setuju dengan keinginan Muhadjir memoratorium pelaksanaan UN.
Ia telah menekankan bahwa adanya suatu standar nasional penting untuk menjadi
tolok ukur sudah sejauh mana kemampuan anak bangsa dan bagian mana yang masih
perlu diperbaiki guna meningkatkan standar nasional.
"Suatu negara apa pun
butuh standar. Kalau tidak ada standar bagaimana mengetahui kita sudah sampai
di mana? Ada pemikiran yang agak terbalik begini, justru ujian itulah yang
membikin standar.
Dulu sejarahnya ujian nasional itu orang lulus dengan angka
3,5 jangan lupa. Kita setiap tahun naik setengah, setengah supaya mencapai
standar nasional. Baru dengan itulah maka daerah memperbaiki fasilitasnya, supaya
jangan banyak yang tidak lulus. Kalau tidak ada standar nya bagaimana
memperbaikinya?" kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Senin (28/11).
JK mengumpamakan seorang
atlet lompat tinggi yang ingin mencapai standar lompatan setinggi 2 meter, maka
perlu ada latihan dan ujian untuk mencapainya. Kemudian, apabila belum tercapai
maka perlu ada perbaikan dari sisi fasilitas maupun metode latihan guna
mendukung pencapaian standar tersebut.
Apalagi, JK mengingatkan
bahwa memiliki kemampuan pendidikan yang sama di seluruh daerah di Indonesia
adalah cita-cita nasional.
Seperti diketahui,
Mendikbud, Muhadjir Effendy mengatakan hendak melakukan moratorium terhadap
pelaksanaan UN. Sebagaimana rekomendasi dari hasil kajian terhadap pelaksanaan
UN selama ini.
"UN sudah tuntas
kajiannya, kita rencana dimoratorium. Ini sudah diajukan ke Presiden, tinggal
tunggu persetujuan Presiden," kata Muhadjir yang ditemui di Gedung
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kamis, (24/11).
Dijelaskan, pertimbangan UN
dimoratorium karena UN berfungsi untuk pemetaan bukan sebagai kelulusan. Selain
itu, untuk mengembalikan evaluasi menjadi hak dan wewenang guru, baik pribadi
maupun kolektif. Maka, jika disetujui akan mulai diberlakukan pada ajaran
2016/2017.
Apalagi, data hasil pelaksanaan
UN 2015 /2016 , tercatat ada 30 persen sekolah yang hasil UN di atas standar
nasional. Sedangkan, 70 persen sekolah yang belum memenuhi standar akan diberi
treatment atau pembenahan agar dapat melampaui standar nasional, sehingga
tugas pemerintah tidak hanya melakukan pemetaan UN.
Hanya saja, ia mengaku,
belum dapat memastikan sampai kapan moratorium akan diberlakukan, yang jelas
sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA). Pasalnya, tugas negara hanya sebagai
pengawas, pembuat regulasi untuk mencapai standar nasional yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini SMA dan SMK menjadi wewenang pemerintah provinsi,
sedangkan SMP dan SD diserahkan pada kabupaten/ kota untuk meningkatkan standar
tersebut.
Sumber
: http://www.beritasatu.com